Sumpah pemuda yang menyatakan bahwa Indonesia berbahasa satu yakni bahasa Indonesia sepertinya tidak terbukti. Kenyataannya kita masih sering memakai istilah Jawa pada banyak hal, termasuk motto yang sudah menjadi sabda di dalam dunia pendidikan itu. Ini tidak berarti kita anti terhadap hal berbau Jawa, melainkan dengan hal ini kita bisa mengukur dan bertanya kembali kepada diri kita tentang berbagai motto yang mencekoki anak didik kita dari kecil sampai dewasa, tanpa didudukkan makna dan sejarah dibaliknya.
Kalimat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani adalah kalimat yang dilontarkan Ki Hajar Dewantara yang bermakna “Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan”. Namun kalimat ini tidak jelas dalam konteks apa. Maka ia menjadi netral terhadap agama. Padahal dalam konsep pendidikan Islam, tarbiyah selalu didasari pada tauhid kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ia tidak bisa netral, objektif, dan tanpa sekat keyakinan agama.
Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai penganut theosofi. Seperti dikutip dari buku Bambang Dewantara, yang berjudul 100 Tahun Ki Hadjar Dewantara, Ki Hadjar mengatakan bahwa semua agama sama di dunia sama karena mengajarkan asas kasih sayang kepada semua manusia dan mengajarkan perihal kedudukan manusia yang terhormat di hadapan tuhannya. Ia berkeyakinan bahwa sumber gerak evolusi seluruh alam semesta adalah kasih sayang ilahi. Inilah yang disebut dengan istilah kodrat alam yang diperhamba dan aspek yang dipertuhan dari setiap benda-benda. Konteks pluralisme agama ini tidak lain adalah faham musyrik modern yang sangat berbahaya.
Pertanyaannya sebetulnya sederhana, kenapa kita yang katanya bermayoritas muslim, tidak memakai motto pendidikan yang jelas saja seperti: Iman, Ilmu dan Amal. Atau Tauhid, Ilmu, dan Jihad. Islam mengajarkan makna yang jelas dan terukur. Karena itu, konsep menjadi orang baik dalam Islam tidak pernah dilepaskan dari sudut pandangan agama. Kalau sudah begitu, hal ini lebih cocok dan dekat dengan ketakwaan daripada motto yang jelas-jelas didirikan oleh penganut theosofi dan kita sendiri tidak mengerti apa maknanya.