Archive for the ‘Sunnah’ Category

Menghafal Surat Al-Kahfi

Surat al-Kahfi merupakan surat ke-18 yang ada dalam urutan mushaf al-Quran. Kaum muslimin disunnahkan untuk membacanya setiap malam Jumat dan hari Jumat. Namun, sedikit sekali orang yang sanggup menghafalnya, karena surat ini termasuk surat-surat al-Mi’un, yakni surat-surat yang panjangnya lebih dari seratus ayat. Padahal jika Anda menghafalnya, maka Anda mendapatkan banyak kemudahan dalam membacanya. Misalnya, Anda dapat membacanya sambil nyetir mobil atau memasak di dapur dan karena sudah hafal, Anda akan dapat menyelesaikannya lebih cepat, sekitar 15 menit dengan tajwid yang benar.

Selain mendapatkan pertolongan dari Allah saat sudah bisa menghafal surat al-Kahfi, ada beberapa keutamaan, yakni mendapatkan pengampunan dosa di antara dua doa, terlindungi dari segala macam mara bahaya dan terhindar dari fitnah Dajjal.

Malam ini saya ingin berbagi pengalaman saya menghafal surat ini. Saya berlindung kepada Allah dari riya’ dan menyombongkan diri. Semoga siapa saja yang membaca tulisan ini dapat menghafalnya dan menikmatinya ketika membacanya tanpa melihat mushaf atau HP.

Caranya adalah membagi surat ini menjadi 8 bagian. Tujuannya agar dapat menyelesaikannya dalam 8 rakaat sholat tahajjud atau sholat tarawih. Dua rakaat pertama lebih panjang daripada rakaat-rakaat berikutnya.

Rakaat pertama, baca ayat 1 – ayat 20.

Rakaat kedua, baca ayat 21 – ayat 31.

Rakaat ketiga, baca ayat 32 – ayat 44.

Rakaat keempat, baca ayat 45 – ayat 53.

Rakaat kelima, baca ayat 54 – ayat 65.

Rakaat keenam, baca ayat 66 – ayat 82.

Rakaat ketujuh, baca ayat 83 – ayat 101.

Rakaat kedelapan, baca ayat 102 – ayat 110.

Pembagian ini bukan dari 110 ayat dibagi 8 rakaat, karena ayat-ayatnya tidak sama panjang. Tapi berdasarkan kandungan kisah dalam surat al-Kahfi. Dua rakaat pertama berisi kisah tentang pemuda-pemuda Ashabul Kahfi. Dua rakaat kedua berisi kisah tentang dua orang pemilik kebun. Dua rakaat ketiga berisi kisah tentang Nabi Musa ‘Alaihissalam. Dan dua rakaat terakhir berisi kisah tentang Raja Dzulqarnain.

Setiap hafal satu rakaat, baca setiap malam dalam sholat tahajjud dan tambah hafalan setiap selesai dzikir pagi dan sore. Kuncinya adalah konsisten dan berdoa minta pertolongan Allah dalam menghafalnya. Demikian sedikit berbagi pengalaman semoga ada manfaatnya. Selamat mencoba dan semoga berhasil.

Keutamaan Puasa di Bulan Muharram

Di dalam kitab beliau Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi -rahimahullah- membawakan tiga buah hadits yang berkenaan dengan puasa sunnah pada bulan Muharram, yaitu puasa Tasu’a 9 Muharram dan hari Asyura 10 Muharram (pada tahun 1445 Hijriyah ini bertepatan dengan hari Kamis-Jumat tanggal 27-28 Juli 2023).

Hadits yang Pertama

عن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم صام يوم عاشوراء وأمر بصيامه. مُتَّفّقٌ عَلَيهِ

Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-, “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya”. (Muttafaqun ‘Alaihi).

Hadits yang Kedua

عن أبي قتادة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم سئل عن صيام يوم عاشوراء فقال: ((يكفر السنة الماضية)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.

Dari Abu Qatadah -radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari ‘Asyura. Beliau menjawab, “Menghapuskan dosa satu tahun yang lalu”. (HR. Muslim)

Hadits yang Ketiga

وعن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُما قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم: ((لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.

Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan” (HR. Muslim)

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari ‘Asyura, beliau menjawab, ‘Menghapuskan dosa setahun yang lalu’, ini pahalanya lebih sedikit daripada puasa Arafah (yakni menghapuskan dosa setahun sebelum serta sesudahnya). Bersamaan dengan hal tersebut, selayaknya seorang berpuasa ‘Asyura (10 Muharram) disertai dengan Tasu’a (9 Muharram). Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila usiaku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada yang kesembilan’, maksudnya berpuasa pula pada hari Tasu’a.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa pada hari sebelum maupun setelah ‘Asyura [1] dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi karena hari ‘Asyura –yaitu 10 Muharram- adalah hari di mana Allah selamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan para pengikutnya. Dahulu orang-orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut sebagai syukur mereka kepada Allah atas nikmat yang agung tersebut. Allah telah memenangkan tentara-tentaranya dan mengalahkan tentara-tentara syaithan, menyelamatkan Musa dan kaumnya serta membinasakan Fir’aun dan para pengikutnya. Ini merupakan nikmat yang besar.

Oleh karena itu, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di Madinah, beliau melihat bahwa orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Beliau pun bertanya kepada mereka tentang hal tersebut. Maka orang-orang Yahudi tersebut menjawab, “Hari ini adalah hari di mana Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya, serta celakanya Fir’aun serta pengikutnya. Maka dari itu kami berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”.

Kenapa Rasulullah mengucapkan hal tersebut? Karena Nabi dan orang–orang yang bersama beliau adalah orang-orang yang lebih berhak terhadap para nabi yang terdahulu. Allah berfirman,

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya orang yang paling berhak dengan Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman, dan Allah-lah pelindung semua orang-orang yang beriman”. (Ali Imran: 68)

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling berhak terhadap Nabi Musa daripada orang-orang Yahudi tersebut, dikarenakan mereka kafir terhadap Nabi Musa, Nabi Isa dan Muhammad. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan manusia untuk berpuasa pula pada hari tersebut. Beliau juga memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ‘Asyura, dengan berpuasa pada hari kesembilan atau hari kesebelas beriringan dengan puasa pada hari kesepuluh (’Asyura), atau ketiga-tiganya.

Oleh karena itu sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim dan yang selain beliau menyebutkan bahwa puasa ‘Asyura terbagi menjadi tiga keadaan:

1. Berpuasa pada hari ‘Asyura dan Tasu’ah (9 Muharram), ini yang paling afdhal.

2. Berpuasa pada hari ‘Asyura dan tanggal 11 Muharram, ini kurang pahalanya daripada yang pertama.

3. Berpuasa pada hari ‘Asyura saja, sebagian ulama memakruhkannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi, namun sebagian ulama yang lain memberi keringanan (tidak menganggapnya makhruh).

Wallahu a’lam bish shawab.

Shalat Gerhana

Sekitar tahun 1988 Ms. Kristina, seorang guru bahasa Inggris di LIA pernah mengajar kami istilah ‘once in a blue moon‘. Saya memahamimya sebagai adverb of frequency untuk menyatakan periode yang sangat lama, nyaris mendekati ‘once in a life time‘. Waktu itu internet belum ada, ensiklopedia Brittanica juga belum punya (sampai sekarang masih). Walhasil saya hanya manggut-manggut karena Ms. Kristina juga tak bisa menjelaskan berapa lama periode waktunya.

Peristiwa langka terjadinya super blue moon nanti malam mengingat saya kembali dengan blue moon. Ternyata periode blue moon tidaklah terlalu lama, hanya sekitar 2,6 tahun saja. Istilah blue moon digunakan untuk bulan purnama kedua yang terjadi dalam satu bulan masehi. Misalnya di bulan Januari 2018, bulan purnama terjadi tanggal 2 dan 31. Jadi bulan purnama 31 Januari 2018 nanti malam adalah blue moon.

Yang membuat blue moon nanti malam menjadi fenomena langka adalah karena bersamaan dengan fenomena gerhana bulan dan super moon. Terakhir kali fenomena ini terjadi pada 31 Maret 1866, atau 152 tahun silam. Sebagai seorang muslim, kita disunnahkan shalat gerhana dan mendengarkan khutbah, sebagaimana hadits yang panjang berikut:

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau bangkit dan mengimami para sahabat –radhiyallahu ‘anhum– dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya, beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.

Setelah itu beliau berkhutbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda,

” إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّ قوا”.

Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya bersabda,

يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ ، وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنَ اللَّهِ أَنْ يَزْنِىَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِىَ أَمَتُهُ ، يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ ، وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا

Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari, no. 1044).

Pelajarilah Bahasa Arab!

Tahukah Anda, ada 11 ayat dalam al-Quran yang menyatakan bahwa al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab? Rasulullah pun pernah bersabda “Pelajarilah bahasa Arab karena tiga hal: Pertama, karena aku adalah orang Arab. Kedua, karena al-Quran berbahasa Arab. Ketiga, karena percakapan ahli surga adalah bahasa Arab.

Berbahasa Arab yang baik dan benar sudah menjadi tradisi generasi salaf. Melalui bahasa Arab, orang dapat meraih ilmu pengetahuan karena bahasa Arab telah menjadi sarana mentransfer pengetahuan.

Umar bin Khaththab pernah berkata, “Hendaklah kamu sekalian tamak mempelajari bahasa Arab karena bahasa Arab itu merupakan bahagian dari agamamu”. Pada kesempatan lain, beliau mengatakan: “Pelajarilah bahasa Arab, sebab ia mampu menguatkan akal dan menambah kehormatan”.

Imam Syafi’i pernah berkata: “Manusia tidak menjadi bodoh dan selalu berselisih paham kecuali lantaran mereka meninggalkan bahasa Arab, dan lebih mengutamakan konsep Aristoteles.”

Republika, Jum’at, 29 Oktober 2010 pernah mengutip ucapan Yusuf Al-Qardhawi, “Umat Islam Indonesia sudah seharusnya menguasai bahasa Arab karena itu adalah bahasa Al-Quran”.

Bacalah Al-Qur’an Setiap Hari!

Tahukah Anda berapa halaman sunnah-nya membaca al-Qur’an setiap sehari? Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam membagi al-Qur’an menjadi tujuh bagian dan setiap harinya beliau mengulang setiap bagian tersebut, sehingga beliau mengkhatamkan al-Qur’an setiap 7 hari sekali.

‘Aus bin Huzaifah rahimahullah berkata, “Aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah bagiamana cara mereka membagi al-Qur’an untuk dijadikan wirid harian? Mereka menjawab, “Kami kelompokkan menjadi 3 surat, 5 surat, 7 surat, 9 surat, 11 surat, 13 surat dan wirid mufashal dari surat Qaaf hingga khatam (al-Qur’an).” (HR. Ahmad).

Jadi mereka membagi bacaannya sebagai berikut:

  1. Hari pertama, membaca surat al-Fatihah hingga akhir surat An-Nisaa’
  2. Hari kedua, dari surat al-Ma’idah hingga akhir surat at-Taubah.
  3. Hari ketiga, dari surat Yunus hingga akhir surat an-Nahl
  4. Hari keempat, dari surat al-Israa’ hingga akhir surat al-Furqan
  5. Hari kelima, dari surat asy-Syu’ara hingga akhir surat Yasin
  6. Hari keenam, dari surat ash-Shaffat hingga akhir surat al-Hujurat
  7. Hari ketujuh, dari surat Qaaf hingga akhir surat an-Naas

Para ulama menyingkat wirid Rasulullah dengan al-Qur’an menjadi kata, Fami bisyauqin ( ف م ي ب ش و ق ), diambil dari awal masing-masing surat yang dijadikan wirid Rasulullah pada setiap harinya.

Sebuah Celupan Dahsyat

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

Amr an-Naqid menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Hammad bin Salamah memberitakan kepada kami dari Tsabit al-Bunani dari Anas bin Malik, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat nanti akan didatangkan penduduk neraka yang ketika di dunia adalah orang yang paling merasakan kesenangan di sana. Kemudian dia dicelupkan di dalam neraka sekali celupan, lantas ditanyakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan sebelum ini? Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan sebelum ini?’. Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, belum pernah wahai Rabbku!’. Dan didatangkan pula seorang penduduk surga yang ketika di dunia merupakan orang yang paling merasakan kesusahan di sana kemudian dia dicelupkan ke dalam surga satu kali celupan. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesusahan sebelum ini? Apakah kamu pernah merasakan kesusahan sebelum ini?’. Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, belum pernah wahai Rabbku, aku belum pernah merasakan kesusahan barang sedikit pun. Dan aku juga tidak pernah melihat kesulitan sama sekali.’.” (HR. Muslim dalam Kitab Shifat al-Qiyamah wa al-Jannah wa an-Naar)

Menangis Tertawa

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang yang melakukan dosa dalam keadaan tertawa akan dimasukkan ke dalam neraka dalam keadaan menangis dan orang yang melakukan ketaatan dalam keadaan menangis akan dimasukkan oleh Allah ke surga dalam keadaan tertawa.

Kalau kita amati dengan seksama, banyak orang yang begitu antusias menyongsong dunia sedangkan hakikat dunia yang sedang disongsongnya itu, dengan sangat meyakinkan, sedang berproses meninggalkan diri mereka.

Banyak pula orang yang membelakangi akhiratnya. Padahal setiap diri, pada hakikatnya, mereka sedang menuju dan menyongsongnya. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,

”Manusia yang paling cerdas ialah yang terbanyak mengingat kematian dan yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka itulah orang yang benar-benar cerdas, dan mereka akan pergi ke Akhirat dengan membawa kemuliaan Dunia dan kemuliaan Akhirat. (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim)

Ketika seseorang telah menjatuhkan pilihannya dan kemudian menindaklanjutinya dalam bentuk perbuatan, maka pilihan dan perbuatannya itu lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Selanjutnya kebiasaan itu, secara terus-menerus, berproses di dalam dirinya hingga membentuk kepribadiannya.

Kepribadian seseorang itu sangat dipengaruhi oleh nilai yang diserapnya melalui penghayatan yang kemudian membentuk visi pribadinya yang kemudian mengendap ke wilayah kalbunya. Visi yang mengendap itu kemudian membentuk suasana kejiwaannya, yang secara keseluruhan wujud dalam bentuk mentalitas yang disebut sikap.

Sikap tersebut terus berproses dalam diri seseorang sejalan dengan realitas aktual yang dihadapinya dan seterusnya mengalir ke wilayah fisik hingga melahirkan tindakan atau perbuatan. Ketika sikap dan tindakannya menjadi dominan, maka secara akumulatif mempengaruhi kehidupannya hingga membentuk citra dirinya.

Atas dasar itu, seseorang bisa jadi akan tertawa terbahak-bahak ketika ia melakukan dosa dikarenakan citra dirinya sebagai pendosa telah membuatnya merasa senang dan bahkan bangga berlumur dosa. Dia akan kehilangan kepekaan emosinya terhadap nilai-nilai kebaikan. Pada umumnya orang yang merasa senang dan bangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya akan mengalami kesukaran untuk membebaskan diri dari perbuatan dosa.

Ketika seseorang atau sebuah masyarakat sudah sampai ke tingkat berbangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya, maka azab Allah pasti akan menerjangnya dengan amat dahsyat, yang mengakibatkan dirinya dilanda penyesalan untuk selama-lamanya. Firman-Nya:

يَوْمَتُقَلَّبُوُجُوهُهُمْفِيالنَّارِيَقُولُونَيَالَيْتَنَاأَطَعْنَااللَّهَوَأَطَعْنَاالرَّسُولَا﴾٦٦﴿وَقَالُوارَبَّنَاإِنَّاأَطَعْنَاسَادَتَنَاوَكُبَرَاءنَافَأَضَلُّونَاالسَّبِيلَا﴾٦٧﴿رَبَّنَاآتِهِمْضِعْفَيْنِمِنَالْعَذَابِوَالْعَنْهُمْلَعْنًاكَبِيرًا﴾٦٨﴿

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balik di Neraka, mereka berkata, ‘Alangkah baiknya, andai kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul.’ Dan mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu meraka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakan kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan besar.” (QS. Al-Ahzab [33] : 66-68)

Sebaliknya, orang yang pilihannya jatuh pada ketaatan kepada kehendak-kehendak-Nya dan ketaatan itu telah membentuk kepribadiannya yang khas, maka ia akan menjadi orang shalih, pribadi yang konsisten dalam menjalankan aturan agama Allah. Apa pun resiko yang diterimanya ia akan tetap berada dalam ketaatan.

Meskipun resiko yang dia tanggung akibat ketaatannya itu menyebabkan dirinya harus berderai air mata karena kesedihan yang dideritanya. Namun, ia tetap bergeming dalam ketaatan kepada-Nya.

Keteguhannya itu diperkokoh dengan keyakinan akan pembalasan Allah yang sangat baik di Akhirat kelak.

“Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati”.

“Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka dengan surga dan (pakaian) sutera, di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan. Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya”.

“Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca, (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. Di dalam Surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (yang didatangkan dari) sebuah mata air Surga yang dinamakan salsabil”.

“Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka mutiara yang bertaburan. Dan apabila kamu melihat di sana (Surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar “.

“Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan). Kafur ialah nama suatu mata air di Surga yang airnya putih dan baunya sedap serta enak sekali rasanya.” (QS. al-Insan [76] : 5-22)

Sepuluh Hari Pertama Dzulhijjah

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan segenap sahabatnya. Tidak terasa bulan Zulhijjah sudah di depan mata, betapa banyak orang yang lalai atau bahkan tidak mengetahui keutamaan bulan ini. Berikut adalah kutipan hadits shahih tentang sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah serta penjelasan ulama tentang apa saja amal shalih yang disyari’atkan terutama di siang harinya, semoga bermanfaat.

روى البخاري رحمه الله عن ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام – يعني أيام العشر – قالوا : يا رسول الله ولا الجهاد في سبيل الله ؟ قال ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ثم لم يرجع من ذلك بشيء

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, rahimahullah, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah ?. Beliau menjawab : Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun”.

وروى الإمام أحمد رحمه الله عن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من أيام أعظم ولا احب إلى الله العمل فيهن من هذه الأيام العشر فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

وروى ابن حبان رحمه الله في صحيحه عن جابر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: أفضل الأيام يوم عرفة.

“Imam Ahmad, rahimahullah, meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid”.

Para ulama telah mengumpulkan sepuluh amal shalih yang disyari’atkan di sepuluh hari pertama Dzulhijjah.

1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah
Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain : sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة

“Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga”.

2. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut, Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari Arafah.
Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi :

الصوم لي وأنا أجزي به ، انه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي

“Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku”.

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ما من عبد يصوم يوماً في سبيل الله ، إلا باعد الله بذلك اليوم وجهه عن النار سبعين خريف

“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun”. [Hadits Muttafaqun ‘Alaih].

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والتي بعده .

“Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”.

3. Takbir Dan Dzikir Pada Hari-Hari Tersebut.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala.

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

“…. dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan …”. [al-Hajj/22 : 28].

Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

“Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid”. [Hadits Riwayat Ahmad].

Imam Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, Rahimahullah, meriwayatkan dari fuqaha’, tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :

الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah”.

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah.

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu …”. [al-Baqarah/2 : 185].

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir dan do’a, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.

Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir, tasbih dan do’a-do’a lainnya yang disyariatkan.

4. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa.
Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan keta’atan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ان الله يغار وغيرة الله أن يأتي المرء ما حرم الله علي

“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya” [Hadits Muttafaqun ‘Alaihi].

5. Banyak Beramal Shalih.
Berupa ibadah sunat seperti : shalat, sedekah, jihad, membaca Al-Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipat gandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihad orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyariatkan Pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq
Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama’ah ; bagi selain jama’ah haji dimulai dari sejak Fajar Hari Arafah dan bagi Jama’ah Haji dimulai sejak Dzhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.

7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-Hari Tasyriq.
Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, yakni ketika Allah Ta’ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم ضحى بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده وسمى وكبّر ووضع رجله على صفاحهما

“Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu”. [Muttafaqun ‘Alaihi].

8. Dilarang Mencabut Atau Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Orang Yang Hendak Berkurban.
Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Radhiyallhu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضّحي فليمسك عن شعره وأظفاره

“Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya”.

Dalam riwayat lain :

فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره حتى يضحي

“Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban”.

Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya. Firman Allah.

وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه

“….. dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan…”. [al-Baqarah/2 : 196].

Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

9. Melaksanakan Shalat Iedul Adha Dan Mendengarkan Khutbahnya.
Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan ; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti ; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.

10. Selain Hal-Hal Yang Telah Disebutkan Diatas.
Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan ; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.

Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Dan shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.

Berbukalah dengan Kurma

Setiap kali datang bulan Ramadhan maka setiap Muslim yang taat pasti akan merasakan betapa nikmatnya beribadah di bulan ini. Terlebih lagi apabila datang detik-detik menjelang berbuka puasa. Maka, bertambahlah kenikmatan itu tatkala sebutir kurma yang masih segar (ruthab) dan seteguk air melewati kerongkongan yang seharian naik turun karena menahan haus dan lapar.

Mengapa Rasululullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan umat Islam berbuka dengan kurma, sebelum shalat Maghrib?

إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ بِالتَّمْرِ فَإْنَّهُ بَرَكَةٌ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ تَمْرًا فَالْمَاءُ فَإِنَّهُ طَهُوْرٌ

Dari Salman ibn ‘Aamir, Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian akan berbuka puasa, maka berbukalah dengan kurma sebab kurma itu berkah, kalau tidak ada maka dengan air karena air itu bersih dan suci. (HT. Abu Daud dan Tirmidzi)

“Rasulullah pernah berbuka puasa dengan ruthab sebelum shalat, kalau tidak ada ruthab, maka beliau memakan tamar (kurma kering) dan kalau tidak ada tamar, maka beliau meminum air, seteguk demi seteguk” [HR. Abu Dawud no. 2356]

Hadits di atas mengandung pelajaran berharga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan beberapa buah kurma sebelum melaksanakan shalat. Hal ini merupakan cara pengaturan yang sangat teliti, karena puasa itu mengosongkan perut dari makanan sehingga liver tidak mendapatkan suplai makanan dari perut dan tidak dapat mengirimnya ke seluruh sel-sel tubuh. Padahal rasa manis merupakan sesuatu yang sangat cepat meresap dan paling disukai liver apalagi kalau dalam keadaan basah. Setelah itu, liver pun memproses dan melumatnya serta mengirim zat yang dihasilkannya ke seluruh anggota tubuh dan otak.

Kurma lebih unggul dari makanan lain yang mengandung gula. Hal ini juga didukung bukti, yaitu segelas air yang mengandung glukosa akan diserap tubuh dalam waktu 20-30 menit, tetapi gula yang terkandung dalam kurma baru habis terserap dalam tempo 45-60 menit. Maka, orang yang makan cukup banyak kurma pada waktu sahur akan menjadi segar dan tahan lapar, sebab bahan ini juga kaya dengan serat.

Hadits Palsu Seputar Puasa Ramadhan

Beberapa hadits berikut adalah dusta (palsu) atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga hadits dha’if (lemah) yang sering disebut pada bulan Ramadhan.

HADITS PERTAMA

لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ يَكُوْنَ السَّنَة كُلّهَا

“Kalau seandainya hamba-hamba itu tahu apa yang ada pada bulan Ramadhan (keutamaannya), maka niscaya umatku ini akan berangan-angan bahwa satu tahun itu adalah bulan Ramadhan seluruhnya.”

HADITS KEDUA

رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ أمَّتِي

“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”

HADITS KETIGA

يا أيها الناس انه قد أظلكم شهر عظيم شهر مبارك فيه ليلة خير من ألف شهر فرض الله صيامه وجعل قيام ليله تطوعا فمن تطوع فيه بخصلة من الخير كان كمن أدّى فريضة فما سواه … وهو شهر أوله رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار

“Wahai sekalian manusia, sungguh hampir datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh barakah, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, Allah wajibkan untuk berpuasa pada bulan ini, dan Allah jadikan shalat pada malam harinya sebagai amalan yang sunnah, barangsiapa yang dengan rela melakukan kebajikan pada bulan itu, maka dia seperti menunaikan kewajiban pada selain bulan tersebut …, dan dia merupakan bulan yang awalnya adalah kasih sayang, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.”

HADITS KEEMPAT

إذا كان أوَّل ليلة من شهر رمضان نظر الله إلى خلقِهِ الصيَّام فإذا نظر الله إلى عبدٍ لم يعذِّبْهُ أبدًا،ولله عزَّ وجَلَّ في كُلِّ يومٍ ألف عتيقٍ من النَّار

“Ketika malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat makhluknya, ketika Allah melihat kepada seorang hamba, maka Dia tidak akan mengadzabnya selamanya, dan Allah ‘azza wajalla pada setiap harinya memiliki seribu hamba yang dibebaskan dari neraka.”

HADITS KELIMA

صُوْمُوا تَصِحُّوا

“Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.”

HADITS KEENAM

أُعطِيت أمَّتِي خمس خِصالٍ في رمضان لم تُعطهنَّ أمَّةٌ قبلهم:خلوفُ فَمِ الصائم أطيبُ عند اللهِ من ريحِ المِسك،وتستغفرُ لهم الحِيتان حتي يُفطروا

“Umatku ini pada bulan Ramadhan diberi lima perangai yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya: (1) Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misk,(2) Ikan-ikan memintakan ampun untuk mereka sampai berbuka …”

HADITS KETUJUH

إِنَّ شَهْرَ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ لاَ يُرْفَعُ إِلاَّ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ

“Sesungguhnya bulan Ramadhan itu tergantung di antara langit dan bumi, tidaklah bisa diangkat kecuali dengan zakat fitrah.”

Diterjemahkan secara ringkas dari http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380588

Panjangkan Jenggot Anda

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: Selisihilah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot kalian panjang, dan potong tipislah kumis kalian! (HR. Bukhari: 5892)

انْهَكُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى

Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Potong tipislah kumis kalian, dan biarkanlah jenggot kalian! (HR. Bukhari: 5893)

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، أَحْفُوا الشَّوَارِبَ، وَأَوْفُوا اللِّحَى

Dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Selisilah Kaum Musyrikin, potong pendeklah kumis kalian, dan sempurnakanlah jenggot kalian!”. (HR. Muslim: 259)

جُزُّوا الشَّوَارِبَ، وَأَرْخُوا اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ

Dari Abu Huroiroh r.a., Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Potonglah kumis kalian, biarkanlah jenggot kalian, dan selisihilah Kaum Majusi. (HR. Muslim: 260)

جُزُّوا الشَّوَارِبَ، وَأَرْجوا (أو وأرجئوا) اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ.

Dari Abu Huroiroh r.a., Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Potonglah kumis kalian, panjangkanlah jenggot kalian, dan selisihilah Kaum Majusi. (HR. Muslim: 260, lihat juga Syarah Shahih Muslim karya Imam Nawawi, dan Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari karya Ibnu Hajar hadits no: 5892)

عن أبي أمامة قَالَ: …فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَقُصُّونَ عَثَانِينَهُمْ وَيُوَفِّرُونَ سِبَالَهُمْ قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُصُّوا سِبَالَكُمْ وَوَفِّرُوا عَثَانِينَكُمْ وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ

Dari Abu Umamah: …lalu kami (para sahabat) pun menanyakan: “Wahai Rasulullah, sungguh kaum ahli kitab itu (biasa) memangkas jenggot mereka dan memanjangkan kumis mereka?”. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab: “Potonglah kumis kalian, dan biarkanlah jenggot kalian panjang, serta selisilah Kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani)!”. (HR. Ahmad: 21780, dihasankan oleh Albani, dan dishahihkan oleh Muhaqqiq Musnad Ahmad, lihat Musnad Ahmad 36/613)

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بإحفاء الشوارب, وإعفاء اللحى

Ibnu Umar r.a. mengatakan: “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk memangkas tipis kumis dan membiarkan jenggot panjang. (HR. Muslim: 259).

كنا نؤمر أن نوفي السبال ونأخذ من الشوارب (مصنف ابن أبي شيبة). وفي لفظ: كنا نعفي السبال, ونأخذ من الشوارب (أخرجه أبو داود). وحسنه الحافظ ابن حجر في فتح الباري, وصححه الشيخ عبد الوهاب الزيد في كتابه إقامة الحجة في تارك المحجة

Jabir r.a. mengatakan: “Sungguh kami (para sahabat), diperintah untuk memanjangkan jenggot dan mencukur kumis”. (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: 26016). Dalam riwayat lain dengan redaksi: “Kami (para sahabat) membiarkan jenggot kami panjang, dan mencukur kumis” (HR. Abu Dawud: 4201). Atsar ini dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/410, dan di shohihkan oleh Syeikh Abdul Wahhab alu Zaid dalam kitabnya Iqomatul Hujjah fi Tarikil Mahajjah, hal: 36 dan 79)

Dari hadits-hadits di atas, kita dapat mengambil kesimpulan berikut:

1. Hadits-hadits di atas, semuanya menunjukkan perintah untuk memanjangkan jenggot, dan sebagaimana kita tahu kaidah ushul fikih, “setiap perintah dalam nash-nash syariat itu menunjukkan suatu kewajiban, dan haram bagi kita menyelisihinya kecuali ada dalil khusus yang merubahnya menjadi tidak wajib”. Itu berarti wajib bagi kita memanjangkan jenggot, dan haram bagi kita memangkasnya.

2. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menghubungkan perintah memanjangkan jenggot, dengan perintah menyelisihi Kaum Ahli Kitab (Yahudi Nasrani), Kaum Musyrikin, dan Kaum Majusi. Itu menambah kuatnya hukum wajibnya memanjangkan jenggot ini, mengapa?… Karena dua perintah, jika berkumpul dalam satu perbuatan yang sama, itu lebih kuat dari hanya satu perintah saja.

3. Pada hadits-hadits di atas, terkumpul 5 redaksi perintah yang berbeda yang semuanya menunjukkan perintah memanjangkan jenggot. Ini juga meneguhkan petunjuk wajibnya memanjangkan jenggot. Karena perintah dengan lima redaksi yang berbeda-beda lebih meyakinkan, dari pada hanya menggunakan satu redaksi saja.

4. Para Sahabat Nabi, semuanya memanjangkan jenggotnya, karena mereka diperintah oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk melakukan itu. Jika perintah itu tidak wajib dilakukan, mengapa tidak ada satu pun sahabat yang menggundul jenggotnya?!

5. Memanjangkan jenggot adalah ibadah yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, oleh karena itulah para sahabat bersemangat menerapkannya dalam kehidupan mereka, bahkan tidak satupun dari mereka menyelisihi perintah ini… Coba perhatikan masyarakat sekitar kita di era ini, kenyataannya sangat bertolak belakang, para sahabat dahulu semuanya memelihara jenggot, tapi di lingkungan kita tidak ada yang memelihara jenggot kecuali hanya sedikit saja…

Wahai pemuda muslim yang dirahmati Allah… Sebenarnya sudah cukup bagi Anda untuk menerima kesimpulan wajibnya memanjangkan jenggot walaupun yang tumbuh hanya beberapa helai saja. Sesungguhnya Allah tidak menilai seseorang dari fisiknya, tapi dari hatinya dan keta’atannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Source: www. assalafy. org

Keutamaan Surat Al-Kahfi

Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Betapa banyak orang lalai dari amalan yang satu ini ketika malam Jum’at atau hari Jum’at, yaitu membaca surat Al Kahfi. Atau mungkin sebagian orang belum mengetahui amalan ini. Padahal membaca surat Al Kahfi adalah suatu yang dianjurkan di hari Jum’at karena pahala yang begitu besar sebagaimana berita yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits pertama:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ

Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, dia akan disinari cahaya antara dia dan Ka’bah.” (HR. Ad Darimi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6471)

Hadits kedua:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.” (HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6470)

Inilah salah satu amalan di hari Jum’at dan keutamaan yang sangat besar di dalamnya. Akankah kita melewatkan begitu saja?

Semoga Allah selalu memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk beramal sholeh sesuai tuntunan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maulid Nabi

Adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk cinta kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Bahkan tidak akan sempurna keimanan seseorang hingga ia mencintai Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, melebihi kecintaannya kepada orang tuanya, anak-anaknya, bahkan seluruh manusia. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

“Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga aku lebih dicintai daripada orang tuanya, anak-anaknya, dan seluruh manusia.” [HR. Bukhariy (15), dan Muslim (44)]

Setelah kita mengetahui hal ini, lalu bagaimana cara mencintai Nabi-Shallallahu ‘alaihi wasallam-? Cinta kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah dengan mengikuti syari’at beliau. Tidaklah dibenarkan bagi seseorang untuk mengada-adakan suatu perkara baru dalam syariat beliau, dengan anggapan hal tersebut bisa mendekatkan diri kepada Allah atau suatu bentuk kecintaan kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- , atau itu adalah bid’ah hasanah.

Fatwa ulama besar berkenaan dengan perkara yang dianggap oleh sebagian orang merupakan bentuk kecintaan kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, padahal perkara tersebut tidak ada dasarnya sama sekali dalam syari’at yang mulia ini dan bukan pula bentuk kecintaan kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, yakni perayaan maulid Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- .

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ketika ditanya tentang hukum perayaan maulid Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- menjawab, “Tidaklah dibenarkan seorang merayakan hari lahir (maulid) Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dan hari kelahiran lainnya, karena hal tersebut termasuk bid’ah yang baru diada-adakan dalam agama. Padahal sesungguhnya Rasul -Shallallahu ‘alaihi wasallam- , para Khalifah Ar-Rasyidin dan selainnya dari kalangan sahabat tidak pernah melakukan perayaan tersebut dan tidak pula para tabi’in yang mengikuti mereka dalam kebaikan di zaman yang utama lagi terbaik. Mereka adalah manusia yang paling tahu tentang Sunnah, paling sempurna cintanya kepada Nabi dan ittiba’-nya (keteladanannya) terhadap syariat beliau dibandingkan orang-orang setelah mereka.

Telah shahih (sebuah hadits) dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, beliau bersabda,

“Barang siapa yang membuat-buat perkara baru dalam agama ini yang bukan bagian dari agama ini, maka hal itu tertolak”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (2697) dan Muslim(1718)]

Beliau juga bersabda, “Wajib atas kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah para khalifah ar rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. Peganglah ia kuat-kuat dan gigit dengan gigi geraham. Berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru yang diada-adakan, karena semua perkara baru itu adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat.” [Abu Dawud (4617), At-Tirmidziy (2676), dan Ibnu Majah (42). Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Shahih Al-Jami’ (2546)]

Jadi, dalam dua hadits yang mulia ini terdapat peringatan yang keras dari berbuat bid’ah dan mengamalkannya. Allah -Ta’ala- berfirman,

“Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya .” (QS. Al-Hasyr :7).

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS.An-Nur :63).

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.Al-Ahzab :21).

“Pada hari Ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS.Al-Maidah :3).

Membuat perkara baru seperti maulid nabi akan memberikan sangkaan bahwa Allah -Ta’ala- belum menyempurnakan agama untuk umat ini, dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- belum menyampaikan kepada umatnya apa yang pantas untuk mereka amalkan, sehingga datanglah orang-orang belakangan ini membuat-buat perkara baru dalam syariat Allah apa yang tidak diridhoi Allah, dengan sangkaan hal tersebut bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah. Perkara ini –tanpa ada keraguan- adalah bahaya yang sangat besar, termasuk penentangan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Padahal sungguh Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-Nya; Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- sungguh telah menyampaikan syariat ini dengan terang dan jelas. Beliau tidaklah meninggalkan suatu jalan yang bisa mengantarkan ke surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali beliau telah sampaikan kepada umatnya, sebagaimana dalam hadits yang shahih dari sahabat Abdullah bin Amer -radhiyallahu ‘anhu-, beliau berkata, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi, kecuali wajib atasnya untuk menunjukkan kebaikan atas umatnya apa yang ia telah ketahui bagi mereka, dan memperingatkan mereka dari kejelekan yang ia ketahui bagi mereka.” [HR.Muslim dalam Shohih-nya (1844)]

Suatu hal yang dimaklumi bersama, Nabi kita -Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah Nabi yang paling utama, penutup para nabi dan yang paling sempurna penyampaiannya dan nasihatnya. Andaikata perayaan maulid ini termasuk agama yang diridhoi Allah, niscaya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- akan jelaskan kepada umatnya atau pernah melaksanakannya atau setidaknya para sahabat pernah melakukannya. Akan tetapi, tatkala hal tersebut tidak pernah sama sekali mereka lakukan, maka diketahuilah hal tersebut bukanlah dari Islam sedikit pun juga, bahkan dia termasuk dari perkara-perkara baru yang telah diperingatkan bahayanya oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- sebagaimana dalam dua hadits yang tersebut di atas. Hadits-hadits lain yang semakna dengannya telah datang (dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-), seperti sabda beliau dalam khutbah jum’at:

“Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-sebaik petunjuk adalah petunjuk Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, sejelek-jeleknya perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat.” [HR.Muslim Shohih-nya (867)]

Demikian fatwa dari Syaikh Abdul Aziz bin Baaz -rahimahullah-, Anda bisa lihat dalam kitab Majmu’ Fatawa As-Syaikhbin Baz (1/183), dan Al-Bida’ wal Muhdatsat (hal 619-621).

* Syaikh Abdul Aziz bin Baaz juga ditanya, “Apa hukum menyampaikan nasihat atau ceramah pada hari maulid Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-?

Syaikh bin Baaz menjawab, “Amar ma’ruf nahi mungkar, memberikan bimbingan dan arahan kepada manusia, menjelaskan kepada mereka tentang agama mereka, dan memberikan nasihat kepada mereka dengan sesuatu yang bisa melembutkan hati mereka adalah perkara yang disyariatkan pada setiap waktu, karena adanya perintah untuk perkara tersebut datang secara mutlak, tanpa ada pengkhususan waktu tertentu.

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS.Al-Maidah : 104).

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.An-Nahl :125).

Allah juga menjelaskan keadaan orang-orang munafik dan sikap para da’i (penyeru) diantara mereka,

“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri. Kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna”. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka dengan perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (QS. An-Nisa’: 61-63); dan ayat-ayat lain.

Jadi, Allah memerintahkan untuk berdakwah dan memberikan nasihat secara mutlak, tidak mengkhususkannya pada waktu tertentu. Sekalipun nasihat dan bimbingan ini semakin dianjurkan ketika ada tuntutan kepadanya, seperti khutbah Jum’at dan hari Ied, karena warid (datang)-nya hal tersebut dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- .Demikian pula ketika melihat suatu kemungkaran, ini berdasarkan sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,

“Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika dia tidak mampu, maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” [HR.Muslim (49)]

Adapun pada hari maulid, maka di dalamnya tidak boleh ada suatu pengkhususan dengan suatu ibadah tertentu yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya, adanya nasihat, bimbingan, pembacaan kisah maulid, karena Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak pernah mengkhususkan hal tersebut dengan perkara-perkara tersebut. Andaikan hal tersebut baik, niscaya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah orang yang paling pantas untuk (melakukan) hal tersebut. Akan tetapi nyatanya beliau tidak pernah melakukannya. Menunjukkan bahwa adanya pengkhususan-pengkhususan tersebut dengan ceramah, pembacaan kisah maulid atau selainnya termasuk perkara-perkara bid’ah. Telah shahih dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau bersabda,

“Barang siapa yang membuat-buat perkara baru dalam agama ini yang bukan bagian dari agama ini, maka hal itu tertolak”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (2697) dan Muslim(1718)]

Demikian pula halnya para sahabat, mereka tidak pernah melakukan hal tersebut, padahal mereka adalah manusia yang paling tahu tentang Sunnah dan paling bersemangat untuk mengamalkannya”. [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah (5591), dan Al-Bida’ wa Al-Muhdatsat wa ma laa Ashla lahu (628-630)]

Jadi, maulid bukanlah sarana syar’i dalam beribadah dan mencintai Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Tapi ia adalah ajaran baru yang disusupkan oleh para pelaku bid’ah dan kebatilan . Bid’ah perayaan hari lahir (ulang tahun) secara umum serta perayaan hari lahir Nabi-Shallallahu ‘alaihi wasallam- (maulid) secara khusus, tidak muncul, kecuali pada zaman Al-Ubaidiyyun pada tahun 362 H.

Ulama’ bermadzhab Syafi’iyyah, Al-Hafizh Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah (11/127) berkata, “Sesungguhnya pemerintahan Al-Fathimiyyun Al-Ubaidiyyun yang bernisbah kepada Ubaidillah bin Maimun Al-Qoddah, seorang Yahudi yang memerintah di Mesir dari tahun 357 – 567 H, mereka memunculkan banyak hari-hari raya. Diantaranya perayaan maulid Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-”

Mengenalkan Allah kepada Anak

Agaknya ada yang salah pada cara kita memperkenalkan Allah kepada anak. Setiap memulai pekerjaan, apa pun bentuknya, kita ajari mereka mengucap basmalah. Kita ajari mereka menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tetapi kedua sifat yang harus selalu disebut saat mengawali pekerjaan itu, hampir-hampir tak pernah kita kenalkan kepada mereka, atau jangan-jangan kita sendiri tak mengenalnya? Sehingga bertentangan apa yang mereka rasakan dengan apa yang mereka ucapkan tentang Tuhannya.

Apabila anak sudah mulai besar dan dapat menirukan apa yang kita ucapkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan contoh bagaimana mengajarkan untaian kalimat yang sangat berharga untuk keimanan anak di masa mendatang. Kepada Ibnu ‘Abbas yang ketika itu masih kecil, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan:

“Wahai anakku, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa kata ini sebagai nasehat buatmu. Jagalah hak-hak Allah, niscaya Allah pasti akan menjagamu. Jagalah dirimu dari berbuat dosa terhadap Allah, niscaya Allah akan berada di hadapanmu. Apabila engkau menginginkan sesuatu, mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau menginginkan pertolongan, mintalah pertolongan pada Allah. Ketahuilah bahwa apabila seluruh ummat manusia berkumpul untuk memberi manfaat padamu, mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah di dalam takdirmu itu. Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakai dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakaimu sedikit pun kecuali atas kehendak Allah. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah kering.” (HR. At-Tirmidzi).

Dalam riwayat lain disebutkan, “Jagalah hak-hak Allah, niscaya engkau akan mendapatkan Dia ada di hadapanmu. Kenalilah Allah ketika engkau berada dalam kelapangan, niscaya Allah pun akan mengingatmu ketika engkau berada dalam kesempitan. Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang salah dalam dirimu tidak mesti engkau langsung mendapatkan hukuman-Nya. Dan juga apa-apa yang menimpa dirimu dalam bentuk musibah atau hukuman tidak berarti disebabkan oleh kesalahanmu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu akan datang ketika engkau berada dalam kesabaran, dan bersama kesempitan akan ada kelapangan. Juga bersama kesulitan akan ada kemudahan.”

Apa yang bisa kita petik dari hadis ini? Tak ada penolong kecuali Allah Yang Maha Kuasa. Allah yang senantiasa membalas setiap kebaikan. Tak ada tempat meminta kecuali Allah. Tak ada tempat bergantung kecuali Allah. Dan itu semua menunjukkan kepada anak bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah.

Setidaknya ada tiga hal yang perlu kita berikan kepada anak saat mereka mulai bisa kita ajak berbicara. Pertama, memperkenalkan Allah kepada anak melalui sifat-Nya yang pertama kali dikenalkan, yakni al-Khaliq (Maha Pencipta). Kita tunjukkan kepada anak-anak kita bahwa kemana pun kita menghadap wajah kita, di situ kita menemukan ciptaan Allah. Kita tumbuhkan kesadaran dan kepekaan pada mereka, bahwa segala sesuatu yang ada di sekelilingnya adalah ciptaan Allah. Semoga dengan demikian, akan muncul kekaguman anak kepada Allah. Ia merasa kagum, sehingga tergerak untuk tunduk kepada-Nya.

Kedua, kita ajak anak untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang melekat pada anggota badannya. Dari sini kita ajak mereka menyadari bahwa Allah Yang Menciptakan semua itu. Pelahan-lahan kita rangsang mereka untuk menemukan amanah di balik kesempurnaan penciptaan anggota badannya. Katakan, misalnya, pada anak yang menjelang usia dua tahun, “Mana matanya? Wow, matanya dua, ya? Berbinar-binar. Alhamdulillah, Allah ciptakan mata yang bagus untukmu. Mata gunanya untuk apa Nak?”

Secara bertahap, kita ajarkan kepada anak proses penciptaan manusia. Tugas mengajarkan ini, kelak ketika anak sudah memasuki bangku sekolah, dapat dijalankan oleh orangtua bersama guru di sekolah. Selain merangsang kecerdasan mereka, tujuan paling pokok adalah menumbuhkan kesadaran –bukan hanya pengetahuan—bahwa ia ciptaan Allah dan karena itu harus menggunakan hidupnya untuk Allah.

Ketiga, memberi sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali diperkenalkan oleh Allah kepada kita, yakni al-Karim. Di dalam sifat ini berhimpun dua keagungan, yakni kemuliaan dan kepemurahan. Kita asah kepekaan anak untuk menangkap tanda-tanda kemuliaan dan sifat pemurah Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan pengharapan kepada Allah. Karena manusia cenderung mencintai siapa yang mencintai dirinya, cenderung menyukai yang berbuat baik kepada dirinya dan memuliakan mereka yang mulia. Wallahu a’lam.

 

Tirai Mahabbah

Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya adalah keras terhadap orang-orang kafir tapi berkasih sayang sesama mereka. (QS Al-Fath 29)

Banyak kebersamaan yang hancur akibat perselisihan dan pertikaian antar sesama muslim. Bahkan, persahabatan atau pernikahan yang hanya lingkup kecil dari kebersamaan terkadang berakhir dengan perpisahan dan perceraian. Coba lihat kehidupan orang kafir, di antara mereka saja bisa saling melindungi. Lalu mengapa di antara sesama muslim masih terjadi pertentangan dan permusuhan?

Kebersamaan tidak bersifat material, tapi merupakan dimensitas perasaan antar sesama yang hanya bisa disentuh oleh kasih sayang.  Walaupun sebagian muslim telah menyadari bahwa antara orang Islam itu bersaudara, tapi mereka belum mengerti hakikat persaudaraan dalam Islam. Maka penting sekali untuk mengetahui bagaimana tips menjalin kasih sayang dalam persaudaraan sesama muslim.

Pertama, sesama muslim tidak mencela dan mencibir saudaranya ketika melihat kelemahan dan kekurangannya. Ali bin Abu Thalib berkata, “Jangan engkau bersedih karena ucapan-ucapan orang yang dilontarkan tentangmu, karena jika yang mereka katakan itu benar, itu adalah hukuman yang dilaksanakan di dunia sebagai pengganti di akhirat nanti atas perbuatanmu yang salah di dunia ini. Dan jika yang mereka katakan itu tidak benar, maka itu adalah sebuah pahala yang engkau peroleh tanpa engkau mengusahakannya.”

Kedua, terhadap sesama muslim hendaklah saling berendah hati, bersabar dan memaafkan kesalahan dan kekhilafan saudaranya. Adapun jika berbuat salah maka seorang muslim harus berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf atasnya. Bila merasa malu untuk meminta maaf secara langsung, maka mintalah bantuan kepada saudara yang lainnya untuk menyampaikan permintaan maaf kita atau melalui surat.

Ketiga, sesama muslim tidak memuji saudaranya ketika melihat kelebihan yang dimiliki oleh saudaranya itu. Suka memuji pada saudara sendiri bukanlah sebuah ungkapan kasih sayang sejati, karena hal itu akan membuat dirinya ujub dan sombong. Perbuatan ini sungguh dibenci Rasulullah dan para sahabatnya.

Keempat, sesama muslim saling menolong saudaranya ketika terperosok ke dalam perbuatan dosa. Ketika menolong atau memberi nasehat janganlah di depan umum. Karena akan membuat dirinya enggan menerima nasehat akibat dipermalukan, walaupun dia tahu nasehat itu benar. Hormatilah dirinya di depan umum dan tegurlah dia di kala sendirian.

Kelima, balaslah perbuatan baik dengan yang lebih baik. Seringlah memberikan hadiah kepada saudara kita, karena akan menimbulkan kecintaan dan menghilangkan kedengkian serta kejengkelan di hati. Jika saudara kita memberi hadiah, maka janganlah menolaknya walaupun kita sudah memiliki yang labih baik dari pada apa yang dia hadiahkan. Hal ini demi menghargai niat baik dan menjaga hatinya.

Keenam, berhati-hatilah ketika timbul keinginan untuk memiliki sesuatu begitu kuat. Jika yang mendapatkannya saudara kita, maka biasanya perasaan iri dan dengki padanya akan muncul, “Mengapa yang mendapat dia bukan saya?” Ingatlah semua itu yang membagi adalah Allah. Jika kita menyandarkan diri kepada apa yang Allah pilihkan, maka tidak akan pernah mengharap apa yang tidak Allah pilihkan bagi kita.

Ketujuh, tetaplah berprasangka baik kepada saudara seiman, hingga datang kepada kita suatu berita atau bukti yang mengubah prasangka itu. Janganlah kita ikut menyebarkan suatu berita, sementara kita sendiri belum yakin akan kebenarannya. Berusahalah menjaga lidah kecuali untuk segala hal yang baik, dengan demikian kita dapat mengalahkan syaitan.

Kedelapan, sesama muslim saling menutupi aib saudaranya. Jika melihat atau mendengar saudara sesama muslim sedang menggunjing saudara muslim yang lain, maka hentikanlah perbuatannya. Rasulullah memberi kabar gembira kepada orang yang mau membela saudaranya yang sedang digunjing, “Barangsiapa yang membela saudaranya yang sedang digunjingkan, maka orang itu berhak dibebaskan oleh Allah dari neraka” (HR. Ahmad).

Kesembilan, tiada bentuk ikatan persaudaraan yang lebih kuat daripada ikatan yang dirajut dari benang cinta dan benci karena Allah semata. Jika dalam hati kita terdapat perasaan benci atau suka kepada seseorang, maka kembalikan segala sesuatunya kepada tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah. Jika amal perbuatannya dipuji dalam Al-Quran dan As-Sunnah, maka kasih sayangilah dia. Sebaliknya jika perilakunya dibenci dalam Al-Quran dan As-Sunnah, maka jauhilah untuk sementara waktu hingga dia memperbaiki perilakunya. Hal ini agar kita tidak membenci dan menyukai seseorang dengan hawa nafsu, karena hawa nafsu itu akan menyesatkan kita dari jalan Allah.